TEMPO.CO, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meyakini penerbitan pembaruan Peraturan OJK Nomor 35/POJK.05/2018 tidak akan memicu peningkatan kredit macet atau non performing finacing (NPF) pada lembaga pembiayaan. Salah satu POJK itu mengatur pemberian uang muka atua down payment (DP) pembiayaan kendaraan bermotor sebesar nol persen. Namun, dalam aturan itu ditegaskan berbagai persyaratan yang sangat bergantung pada tingkat kesehatan keuangan dan nilai rasion NPF neto.
Simak: Perbanas: Relaksasi Bisa Tekan Kredit Macet
Salah syarat pemberian DP nol persen adalah lembaga tersebut harus memiliki nilai rasio NPF neto untuk pembiayaan kendaraan bermotor lebih rendah atau sama dengan satu persen.
“Tidak perlu dikhawatirkan akan memicu kenaikan NPF, karena perusahaan pembiayaan yang layak pun harus memperhitungkan risikonya dan tidak semua calon debitur yang layak juga bisa mendapatkan DP nol persen ini,” kata Kepala Departemen Pengawasan IKNB 2 B Bambang W. Budiawan, Rabu 16 Januari 2019.
Bambang menuturkan aturan DP nol persen harus dipahami itu tidak hanya menargetkan sektor konsumtif. OJK mendorong lembaga pembiayaan untuk memberikan pembiayaan pada kendaraan yang bersifat produktif, seperti angkutan daerah atau alat angkut usaha. Bambang menuturkan perusahaan pembiayan bisa melihat kepentingan pembiayaan yang diperuntukkan bagi kegiatan niaga. Selain itu, debitur yang menggunakan fasilitas itu adalah mereka yang memiliki portofolio atau profil yang baik pada lembaga pembiayaan itu.
"Ini bukan hanya untuk kendaraan yang bersifat konsumtif. Dalam POJK itu mengatur batasan pembiayaan minimum sektor produktif," ujar Bambang.
Bambang menjelaskan penerbitan pembaruan tersebut untuk mendorong pertumbuhan lembaga pembiayaan dan menjadi pemicu pertumbuhan ekonomi tanpa mengabaikan aspek kehati-hatian. Menurut dia, POJK itu diharapkan mampun mendorong volume dan memperluas skema pembiayaan. Selama ini, kata Bambang, pemerintah dan OJK belum puas terhadap pertumbuhan penyaluran kredit. "Jadi salah satu faktor pertumbuhan ekonomi yang paling menonjol adalah pertumbuhan kredit," kata Bambang.
Dalam aturan itu, kata Bambang, juga mengatur berbagai hal terkait bisnis perusahaan pembiayaan mulai dari jenis kegiatan usaha dan perluasannya serta cara pembiayaan, termasuk pembiayaan infrastruktur serta penggunaan sistem informasi dan teknologi yang terintegrasi oleh setiap perusahaan pembiayaan. Dengan adanya skema pembiayaan yang lebih luas, diharapkan ada opsi bagi masyarakat untuk memanfaatkan fasilitas ini sehingga diharapkan volume pembiayaan bisa naik.
Saat ini volume penyaluran kredit sektor perusahaan pembiayaan atau multi finance itu pada 2018 tercatat sebesar 4,5 persen, jauh dibandingkan penyaluran kredit pembiayaan perbankan yang saat ini telah menyentuh angka double digit. "Volume dimita lebih berperan karena market pembiayaan mengambil dari pasar yang tidak diambil oleh perbankan," kata Bambang.
Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno menuturkan tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari aturan tersebut. Menurut Suwandi, aturan itu sebetulnya upaya OJK untuk memberikan kemudahan bagi masyarakat. Syarat perusahaan pembiayaan yang non performing financingnya di bawa satu persen merupakan sebagai salah satu cara untuk mencegah adanya kredit macet. Artinya, kata Suwandi, perusahaan dinyatakan sudah sangat sehat karena mereka dinilai sudah mengerti cara menghitung risiko.